Selepas Putusan ICJ, Netanyahu Kembali Ngeles
KABARINEWS -- Sidang Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, Jumat (26/1/2024) mengeluarkan putusan sela yang memerintahkan Israel mengambil semua langkah untuk mencegah genosida. Namun Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali ngeles dan menyangkal bahwa negara Yahudi itu melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Netanyahu mengatakan tuduhan genosida yang dilontarkan terhadap Israel adalah ‘salah’ dan ‘keterlaluan’. Ia menegaskan kembali bahwa Israel hanya mempertahankan diri melawan Hamas.
‘’Komitmen Israel terhadap hukum internasional tidak tergoyahkan. Yang juga tak tergoyahkan adalah komitmen suci kami untuk terus membela negara kami dan membela rakyat kami,’’ kata Netanyahu dalam pidato yang disiarkan televisi setempat setelah pengadilan ICJ memerintahkan Israel mengambil semua tindakan untuk mencegah tindakan genosida di Gaza.
Netanyahu berkilah Israel hanya melawan Hamas dan bukan memerangi warga sipil Palestina. Ia pun mengatakan Israel tidak pernah menghalangi bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah Gaza.
‘’Kami akan terus memfasilitasi bantuan kemanusiaan. Kami akan terus melakukan yang terbaik untuk menjaga warga sipil dari bahaya, bahkan ketika Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup,’’ kilahnya, seperti dilansir Anadolu, Jumat.
Apa yang diucapkan Netanyahu bertolak belakang dengan fakta sesungguhnya di lapangan. Karena, Israel masih terus membombardir Gaza ketika ICJ menggelar sidang pada Jumat ini.
Kementerian Kesehatan Gaza menyebut serangan Israel telah mengakibatkan 183 orang tewas dan 377 luka-luka di seluruh wilayah kantong tersebut dalam 24 jam. Kamp-kamp pengungsi dan fasilitas umum di Khan Younis tanpa henti menjadi sasaran tembakan artileri Israel. Penembak jitu menembaki warga Palestina yang meninggalkan Rumah Sakit al-Amal.
Sedikitnya 26.083 orang tewas dan 64.487 luka-luka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober. Dan, kebanyakan korban adalah anak-anak dan kaum perempuan.
Sumber: Anadolu/Aljazeera